Hai, Kamu Tahu, Kunci itu Bernama Berani

-

Memoar oleh Silviana Maharani (Ilmu Ekonomi 2019)



Hai semuanya, para pemimpin yang sedang dan akan terus bertumbuh untuk menjadi pribadi yang lebih baik setiap harinya. Sapa aku dengan panggilan “Vina” Salah satu tiara di angkatan X Rumah Kepemimpinan. Bagaimana kabarmu hari ini? Yaa, mungkin terlihat sederhana, namun dengan bertanya kabar dapat menenangkan hati yang gelisah, perasaan yang sedih dan rasa yang hilang akan harapan bahkan sadar tidak sadar dengan bertanya kabar kediri sendiri atau orang lain, ternyata mampu membawa energi positif dan semangat baru untuk melangkah membuka lembaran baru.

Ditengah dinamisnya perkembangan dunia saat ini dan cepatnya arus informasi dan teknologi, secara tidak langsung akan menuntut kita untuk tetap dan harus selalu siap menerima dan beradaptasi dengan berbagai keadaan. Siap tidak siap, kita harus siap untuk membuka hari yang baru, menerima tantangan baru. Mungkin ada yang bertanya, kenapa? Karena dunia ini terus bergerak, maka diri yang terus bergeraklah yang akan sukses dan mampu membawa suatu perubahan yang lebih baik.

Yups. Rumah Kepemimpinan mengajarkan kita untuk berani, melihat segala kondisi dari berbagai sudut pandang. Berani untuk membangun sebuah perubahan. Berani untuk merubah diri sendiri. Berani membangun organisasi. Berani membangun diri yang semakin cemerlang kini dan kemudian hari.

Kadang kali, dalam melihat hari, ada perasaan yang ragu kepada diri, lingkungan atau kesempatan. Perasaan yang kadang membuat langkah kita goyang. Maju ga ya? Bisa ga ya? Dan banyak pertanyaan lainnya. Namun, alih-alih berusaha mencari jawaban, keraguan membuat kita sering sekali kehilangan banyak kesempatan yang padahal sebenarnya kita mampu dan bisa mendapatkannya. Lalu, kenapa ada orang yang bisa sukses dan ada yang masih tetap di tempat yang sama? Yup, jawabannya adalah “keberanian” Bagaimana cara Rumah Kepemimpinan membentuk pribadi yang berani? CHALLENGE. Kadang kita sangat membutuhkan tantangan untuk mengeluarkan keberanian terbesar yang kita miliki. Rumah Kepemimpinan memiliki 1001 challenge yang akan menuntut dan mengajak diri ini untuk terus melakukan perbaikan. Ga perlu perubahan besar secara langsung. Sabar, perubahan kecil yang konsisten jauh lebih baik dan lebih bermakna. 

Sadar ga sadar, langkah yang kita ambil saat ini, jalan yang kita tempuh, dan aktivitas yang kita lalui adalah buah dari keberanian kita untuk mengambil suatu kesempatan besar yang mungkin tidak kita pikirkan sebelumnya. Satu langkah kecil, jawaban kecil, dan keyakinan kecil yang sebenarnya memberikan dampak yang sangat besar, bukan hanya untuk diri kita pribadi, namun juga untuk keluarga, lingkungan, bahkan dampak yang lebih luas lagi.

Suatu perubahan akan terjadi jika seseorang itu yakin bahwa dia mampu mengambil perubahan tersebut. Tapi kan, lingkungan aku tidak mendukung untuk berubah menjadi baik? No, walaupun lingkungan kamu saat ini tidak mendukung, sebenarnya kamu bisa menciptakan lingkunganmu sendiri. Kalau kamu liat ke asrama ini, ada 30 tiara, 30 ksatria dan 2 spv yang akan selalu sabar dan mendukung langkah perubahan dan keberanian yang kamu ambil. Kuncinya hanyalah pada dirimu. Mau berubah atau tidak, berani berubah atau tidak.

Intinya, apapun keputusan yang akan kamu ambil, bisa tidak bisa, kamu pasti bisa asal kamu berani untuk mencoba, menerima tantangan, berani menerima kritik dan masukan, dan berani untuk terus bergerak ke arah yang lebih baik.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ingat Kembali Betapa Akhirnya Kau Melakukan Sesuatu di Luar Batas

-
Gambar
Memoar Oleh Maureen Wanda Sabrina (Kesejahteraan Sosial 2019)   Saat itu, kakak tingkat ku di Kesejahteraan Sosial menanyakan apakah aku mengetahui Rumah Kepemimpinan atau tidak. Tentu, sebagai mahasiswa baru, kata “Rumah Kepemimpinan” menjadi hal asing bagiku. Masih meraba saat itu. Lalu, ternyata dia menjelasakan bahwa Rumah Kepemimpinan adalah sebuah pembinaan di suatu asrama berisikan 30 perempuan yang akan dibina dengan materi islam dan juga kepemimpinan. Mari flashback sebentar. Setiap anak tidak bisa pernah memilih untuk terlahir dari rahim dan keluarga mana ia ingin dilahirkan. Begitu pula setiap orang tua yang melahirkan anaknya. Mereka tidak pernah bisa memilih melahirkan anak seperti apa. Sama halnya, dengan seorang anak perempuan yang lahir di Depok, 3 Juni 2000 ini, Maureen Wanda Sabrina, namanya. Akrab dipanggil Maureen sebagai nama panggilan sehari-hari. Selama 20 tahun ini aku belajar dan mempercayai bahwa karakter seseorang terbentuk dari bagaimana latar belakang...
Baca selengkapnya

First Times

-
Kembali lagi kini dengan situasi yang sama, daring. Sudah semester ke-4 Ksatiara merasakan dinamika Pembelajaran Jarak Jauh semenjak pandemi menghampiri di bulan Maret 2020. Rasanya tidak terlalu spesial lagi. Rasanya sudah ternormalisasi. Hari pertama perkuliahan memang agak mendebarkan. Tapi rasanya agak lebih ringan karena Ksatiara sudah terlebih dahulu berasrama di tengah liburan.  Awal bulan September dibuka dengan sebuah agenda bedah buku yang dibawakan oleh 2 Tiara. Dengan 2 judul yang menarik, Ksatiara dibuai dengan wawasan yang baru mengenai buku-buku tersebut. Safira (Kesehatan Masyarakat 2018) membawakan sebuah buku berjudul  Eat That Frog karya Brian Tracy. Buku ini sejatinya menyampaikan kepada pembaca bahwa katak sebenarnya adalah tugas yang paling besar atau paling penting namun mudah untuk ditunda yang harus segera “dimakan” atau dikerjakan. Tidak kalah heboh, judul buku lain yang dibawakan adalah Membaca Pikiran Setan. Ria (Ilmu Perpustakaan dan Informasi 2019...
Baca selengkapnya

Tanggung Jawab atas Pilihan Kita

-
Gambar
Memoar oleh Dwi Sulistyorini (Ilmu Ekonomi 2018) “Setiap nafas baru yang Allah izinkan untuk kita ambil bukan hanya berkah, tapi tanggung jawab  dan amanah” - anonim  Menjadi bagian dari Rumah Kepemimpinan menjadi salah satu niat ku yang sudah  tertanam sejak awal masuk kuliah. Gagal terpilih pada pendaftaran di tahap seleksi terakhir, membuat ku sempat merefleksikan dan mengevaluasi diri alasan aku belum diizinkan menjadi  bagian dari RK. Salah satu pertanyaan yang ternyata muncul dari refleksi tersebut adalah  “Sebenernya, apa kamu udah bener-bener siap rin jadi peserta RK?” dan ternyata pertanyaan  yang ku ajukan pada diri ku sendiri, itu tidak bisa ku jawab. Dan sebenernya ku juga tidak tau  definisi “siap” menjadi bagian dari RK itu seperti apa.   Saat ku akhirnya diizinkan berada di dalam nya dan menyelami RK secara langsung,  ku menyadari bahwa kata “siap” menjadi bagian terpenting. Dan yang ku sadari, saat Allah swt  menempa...
Baca selengkapnya