Sharing Alumni: The Art of Public Speaking
Sharing Alumni:
The Art of Public Speaking
Apa yang terpikirkan olehmu tentang mereka?
- Donald Trump
- Gretta
Dua tokoh di atas memiliki perbedaan:
- Trump → tokoh yang berusaha untuk membatasi Amerika dengan Meksiko, Berusaha untuk memajukan Amerika Serikat, nasionalisme tinggi
- Gretta → Penggerak gerakan dunia: Friday of Future, tokoh yang peduli terhadap isu iklim. Pernah keliling dunia untuk mengamati isu iklim dunia.
Tetapi mereka berdua punya persamaan, yaitu mereka sama2 bisa dikategorikan sebagai pemimpin. Apa-apa yang mereka katakan terhadap dunia, bisa berpengaruh besar. Contohnya Trump, dimana cuitan-cuitannya di Twitter yang membawa isu bahwa pemilu di AS itu tidak sah, menggerakkan para pengikutnya untuk melakukan aksi demo besar-besaran (seperti yang ia harapkan).
Kepemimpinan merujuk pada kualitas, dimana kita tidak bisa membandingkan satu kepemimpinan dengan kepemimpinan yang lain jika berbeda konteks. Jika mereka memimpin orang yang berbeda, memimpin isu atau gerakan yang berbeda. Terdapat kata-kata yang berbunyi:
“Untuk mencetak perubahan, diperlukan sumber daya yang cukup untuk membawa perubahan itu menjadi nyata”
Menggerakkan dalam konteks kepemimpinan → mobilisasi
Bagaimana kita mendorong orang-orang untuk mau bergerak membawa sebuah pergerakan atau perubahan terhadap isu yang sedang terjadi?
Di era sekarang ini, kita sudah dihadapkan dengan berbagai permasalahan. Setiap zaman memiliki isu umum yang berbeda. Zaman orangtua kita mungkin masalahnya adalah bagaimana bisa memperoleh akses pendidikan. Zaman kita lebih kepada bagaimana kita meraih kualitas pendidikan yang baik. Kita adalah generasi yang terlanjur lahir di tengah era disrupsi (perubahan yang dibawa oleh perubahan teknologi yang cepat).
Salah satu kemampuan yang perlu dimiliki untuk bisa mempengaruhi orang lain, untuk bisa membawa perubahan adalah → memiliki kualitas wicara publik yang baik, kualitas kepemimpinan yang baik. Ketika kita memiliki kualitas wicara publik yang baik, kemampuan untuk menggerakkan orang lain pun turut meningkat.
Gugup adalah permasalahan semua orang ketika harus berbicara di depan umum. Namun yang perlu dipahami adalah gugup merupakan suatu hal yang normal. Gugup sebenarnya adalah bentuk respons dari tubuh manusia ketika berada di bawah tekanan untuk melakukan sesuatu, maka tubuh akan menghasilkan suatu hormon (seperti hormon yang dikeluarkan saat stress). Akhirnya diri merasa gugup, namun positifnya adalah kita bisa melakukan segala sesuatu sebagai sebuah persiapan kita menghadapi keadaan.
“Hal yang perlu dilakukan supaya memiliki kemampuan wicara publik yang baik adalah terus melatih berbicara, berbicara dan berbicara.”
Selain terus melatih kemampuan berbicara, kita juga harus mendorong diri untuk memperbanyak bacaan dan wawasan karena untuk bisa menyampaikan pesan dengan baik kepada orang lain, kita butuh informasi. Semakin banyak informasi yang diperoleh, maka akan semakin dalam pesan yang bisa kita sampaikan. Selain membaca, menulis juga menjadi poin penting yang dapat menunjang skill berbicara. Dengan menulis, kita bisa mengulang kembali materi yang dicatat, dan memiliki kemampuan berpikir yang terstruktur.
Perbedaan berbicara dengan menulis → Dengan menulis kita bisa merevisi/mengedit hasil dari pikiran kita. Sehingga kita bisa melatih kemampuan berpikir terstruktur.
“Ketika kita berhenti mendengar, membaca, dan menulis maka bisa jadi kemampuan berbicara kita di depan umum juga akan menurun.”
Bagaimana bisa berbicara dengan artikulasi yang jelas, yang enak didengar di telinga orang? Supaya memenangkan hati penonton?
Hal yang membuat kita nyaman bisa jadi berbeda dengan hal yang membuat nyaman bagi publik. Banyak orang yang pandai berbicara, tetapi belum tentu pandai dalam menyampaikan value pesannya. Konten atau argumen yang baik perlu memenuhi kriteria CRE (Claim, Reason, Evidence).
Misal:
Claim → Pendidikan Indonesia perlu direvitalisasi.
Jika kita hanya sampai "claim", maka publik akan bertanya-tanya, kenapa?
Maka kita perlu menyampaikan reason-nya kepada khalayak.
Penting juga untuk rencanakan aksi yang sesuai dengan kondisi audiens kita. Misal kita melihat bahwa audiens kita sudah mengantuk, maka kita perlu untuk break dan melakukan kegiatan seperti senam otak atau games. Dengan demikian, audiens bisa lebih rileks dan kembali fokus.
Terdapat sebuah kiat dari Monroe yang bernama Monroe's Motivated Sequence. Jika kita dapat menguasai kiat-kiat ini, melakukan wicara publik akan menjadi lebih mudah. Berikut poin-poin dalam Monroe's Motivated Sequence:
Get the Attention:
Misal ada seorang orator tiba-tiba berkata, “Ilmu matematika adalah ilmu yang menyenangkan”. Kemungkinan besarnya adalah mayoritas audiens akan terkejut. Nah, statement-statement yang memancing perhatian penonton semacam ini sangat berguna, terutama untuk menarik perhatian penonton di menit-menit pertama kita berbicara.
Establish the need:
Kita harus mengetahui apa kebutuhan dari audiens. Audiens yang berusia di bawah sepuluh tahun jelas memiliki kebutuhan yang berbeda dengan audiens yang berusia dewasa. Dengan menumbuhkan sifat peka sebelum bicara, menyampaikan informasi kepada audiens dapat lebih dimaksimalkan.
Satisfy the need:
Setelah melempar pancingan, jangan dilepas pancingannya. Supaya mendapat hasil yang maksimal, pertahankan pancingan tersebut untuk menarik perhatian hingga akhir wicara umum.
Visualize the consequence:
Ketika intensitas membaca dan mendengar kita berkurang, kita bisa saja terus melakukan wicara publik. Tapi hal ini akan mempengaruhi kualitas penyampaian pesan. Semakin sedikit bacaan yang didapat, maka kualitas penyampaian pesan juga akan semakin berkurang.
Call to action
Berdasarkan poin-poin yang telah disebutkan sebelumnya, lakukan aksi dengan berlatih melakukan wicara publik atau mempraktikkannya langsung di depan khalayak.
Sesi Q & A:
1) Bagaimana caranya supaya dalam berbicara bisa lebih tertata dan bisa mengontrol pandangan mata supaya tidak menatap ke atas ke bawah (intinya menghindar dari penonton)
Balik lagi kepada konsep: perbanyak lagi informasi, perbanyak pengetahuan. Karena semakin banyak informasi yang didapat, maka akan memudahkan kita untuk mengembangkan gagasan pikiran, termasuk saat menyampaikan pendapat. Semakin banyak input informasi, maka akan membangun kepercayaan diri kita karena kita tahu bahwa apa yang kita sampaikan merupakan hal yang benar, ada sumber valid dan bisa dipertanggungjawabkan. Partikel-partikel seperti ehmm, apa ya, akan bisa terminimalisir, meskipun partikel-partikel tersebut bisa saja adalah suatu hal yang sulit dihindari.
Saran: lebih baik diam daripada tetap bersuara ehmm, ah, hmm, dsb. karena bisa mengurangi akurasi makna yang diterima oleh seseorang. Partikel-partikel tersebut bisa membuat penyampaian kita jadi blur.
Dalan hubungan manusia, berlaku hukuman timbal balik. Saat penonton kurang atensinya terhadap pembicara, maka bisa menyebabkan fokus pembicara menjadi berkurang karena melihat audiensnya yang kurang fokus. Berlaku sebaliknya, ketika pembicara tidak berusaha untuk eye contact terhadap penonton, maka bisa saja mengurangi atensi penonton.
“Ketika kita menghindari penonton, maka bisa saja penonton juga akan menghindari kita”.
2) Menulis dan mendengar seperti apa yang dimaksud dalam skill penunjang kemampuan berbicara?
Mendengar dan menulis disini sebenarnya bukanlah hal yang perlu dispesifikkan. Intinya kita perbanyak mendengar, perbanyak menulis. Namun, mungkin yang perlu ditekankan adalah bagaimana kita memposisikan diri kita di kondisi orang lain. Seperti misal, saat kita mendengar, kita harus mencoba untuk menjadi pendengar yang baik dengan cara memahami kondisi orang yang ingin didengar. Proses untuk menempatkan diri kita di posisi orang lain. Begitupun dengan berbicara. Apakah dengan aku menyampaikan ini bisa memuaskan audiens? Apakah dengan aku berbicara selama 5 menit akan cukup bagi audiens?
Prinsip CRE juga bisa diterapkan dalam proses kita menulis, Menulis apapun. Seperti menulis essay, menulis diari, menulis tugas. Dengan menerapkan rumus CRE, maka kemampuan berpikir sistematis kita akan semakin baik.
3) Apa kebiasaan yang sering kakak terapkan sebagai upaya untuk menyeimbangkan membaca dan menulis?
Sebenarnya untuk diri sendiri (Akbar Renaldy), membaca dan menulis saat ini menjadi bagian dalam pekerjaan. Namun sejatinya kita sebagai mahasiswa juga perlu menyeimbangkan membaca dan menulis. Seperti misal dalam hal kita mengerjakan tugas, untuk menulis tugas yang baik, maka dengan memperbanyak membaca maka tugas kita pasti akan lebih mudah.
Berusahalah untuk mencintai prosesnya. Membaca itu perlu untuk menambah pengetahuan. Menulis itu penting, karena banyak tugas yang kita harus kerjakan dengan cara ditulis.
4) Bagaimana cara untuk menanggapi sebuah diskusi? Mana hal yang perlu kita sampaikan dan mana yang gak perlu kita sampaikan?
Ketika kita berbicara, kita tidak membicarakan pesan yang kita sampaikan dan dampaknya dalam jangka pendek, tetapi juga harus bisa memperhatikan dampaknya dalam jangka panjang. Jadi, kalau seandainya ada hal-hal yang tidak kita ketahui, maka kita lebih baik jujur mengatakan tidak tahu. Karena kalau kita menyampaikan sesuai asumsi kita saja, sifat ini membawa kita pada rasa sok tahu dan hal yang kita sampaikan itu tidak valid.
5) Bagaimana caranya supaya kita bisa menimbulkan interaksi antara audiens dengan kita selaku pembicara, dalam konteks penyampaian kita memang menarik dan audiens murni tertarik untuk bertanya?
Segala sesuatu ada aksi reaksinya. Misalkan memancing hanya dengan kail tanpa umpan di laut yang banyak ikannya, tetap saja tidak akan ada ikan yang tertarik dan tertangkap. Kalau dengan cacing bisa menarik ikan kecil atau ikan sedang, atau dengan umpan daging bisa menarik hiu atau ikan yang lebih besar. Jadi pembawaan temen-temen akan berpengaruh. Bagaimana kita mempresentasikan pembawaan kita di depan khalayak umum. Kita juga bisa mencoba untuk memberi ruang kepada penonton supaya tercipta komunikasi dua arah. Bisa misal dengan memakai tools2 quizzez, kahoot, metroretro, games2, dan sebagainya.
6) Saya sering mendapat masukan dari teman-teman apabila setelah menyampaikan presentasi atau mengisi acara, mereka sering bilang suara saya ini berat dan terkesan kurang bersemangat sehingga kurang menarik perhatian penonton. Ada kah standar wicara publik secara teknis? Misal tone suaranya?
Mungkin poin masalahnya bukan dari segi teknis tipe suara yang dimiliki. Karena aku (Akbar Renaldy) yakin setiap suara orang itu bagus, setiap jenis suara ada kekhasan, tinggal bagaimana ia mengemasnya dengan fasilitas yang diciptakan. Bagaimana menciptakan fasilitas ruang komunikasi antara penonton dan diri kita sebagai pembicara.
Standar wicara publik yang baik (dalam konteks kepemimpinan):
- Bisa didengarkan dengan baik oleh orang
- Jangkauan suara. Misal ngomong di zoom, di cek micnya, koneksinya. Misal ngomong di lapangan terbuka, dicek micnya juga atau jaga suara agar bisa menambah volume supaya bisa menjangkau orang-orang
- Clarity, kejelasan artikulasi
- Bisa tersampaikan gagasan pesannya
- Gagasan kita sederhana untuk bisa diterima oleh orang lain. Misal, seorang peneliti sebaiknya menyampaikan gagasan dalam bahasa yang ringan dan sederhana agar bisa diterima dengan baik kepada masyarakat, bukannya menggunakan bahasa ilmiah yang rumit. Down to earth, gunakan kata-kata yang mudah dipahami audiens.
- Bisa menggerakkan orang lain. Dalam hal ini, artinya tekankan esensinya, tekankan urgensinya
Komentar
Posting Komentar