Kajian Fiqh: Interaksi Ikhwan dan Akhwat (Wanita dan Etika Pergaulan)

Notulensi Kajian Fiqh: 

Interaksi Ikhwan dan Akhwat (Wanita & Etika Pergaulan)

Pengisi: Ustadzah Nur Hamidah, Lc., M.Ag.

Jum'at, 22 Januari 2021


Ditulis oleh Izzatul Fitriyah


“Jadilah perempuan perempuan yang hebat, perempuan yang punya banyak kiprah di rumah atau masyarakat. Kenapa? Agar siapapun yang pernah bertemu dengan kita dapat bersaksi bahwa kita adalah orang baik.”

-Ustadzah Nur Hamidah, Lc., M.Ag.-


    Sebelum Al-Qur’an diturunkan, posisi wanita dalam kehidupan berbangsa maupun sosial sangatlah dirugikan. Wanita senantiasa menjadi korban perdagangan manusia, tidak dihormati, hingga dianggap sebagai pembawa petaka. Perempuan juga dikatakan sebagai penyebab dari turunnya manusia ke bumi, dimana ada kepercayaan bahwa Hawa-lah yang menggoda Nabi Adam untuk melanggar perintah Allah untuk memakan buah khuldi.

    Berbeda dengan kepercayaan tersebut, Islam sebagai agama yang mulia sangat memuliakan wanita. Posisi wanita mendapatkan jaminan perlindungan dari Allah SWT. serta diakui sebagai “manusia”, tidak berbeda dari laki-laki. 

    Dalam surah An-Nisa ayat 1, Allah SWT. mengawali dengan, “Hai sekalian manusia, ….”. Hal ini bermakna bahwa Allah SWT. tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan. Perempuan juga mendapatkan pengakuan sebagai manusia dan memiliki tanggungjawab yang sama sebagai makhluk Allah, yakni untuk bertakwa kepada-Nya. 

  Melalui surah Al Hajj ayat 5, Allah SWT. menyatakan bahwa asal-usul penciptaan perempuan dan laki-laki itu sama. Perempuan dan laki-laki sama-sama diciptakan melalui “setetes mani” yang kemudian menjadi “segumpal darah”. Hanya saja, keduanya memiliki perbedaan komitmen dalam karakter, peran, dan tanggungjawab.


      Dalam Al-Qur’an, terdapat  kata yang sama-sama mewakili “perempuan”, yaitu:

  1. Al Unsha: mengacu pada ‘perempuan’ dari sifat biologisnya/jenis kelamin. Jika sudah menggunakan kata ini, biasanya ayat akan mengacu pada “kegiatan reproduksi”. Oleh karena itu, Allah SWT. tidak menggunakan kata Al Unsha sebagai nama surah karena artinya berfokus pada kegiatan reproduksi, sementara perempuan sejatinya memiliki peran yang jauh lebih besar daripada sekedar bereproduksi.
  2. Al Mar’ah/Imra’ah: berarti tanggungjawab perempuan sebagai istri/ibu. Penggunaan kata ini akan disertai juga dengan sosok laki-laki sebagai suami. Oleh karena itu, Allah SWT. tidak menggunakan kata Imra’ah/Al Mar’ah sebagai nama surah karena artinya Allah SWT. hanya memusatkan peran perempuan dalam sifat domestiknya (ibu/istri). Padahal, peran perempuan lebih daripada mengurus rumah dan keluarganya.
  3. An Nisa: merupakan nama dalam surah di Al-Qur’an. Artinya adalah “perempuan” dengan kontribusi yang sama dengan laki-laki, termasuk di masyarakat. Perbedaannya adalah ketika di rumah, perempuan menanggalkan status sosialnya dan berfokus pada perannya sebagai ibu/istri. 
    Allah SWT. juga memberikan pengakuan kepemilikan, perlindungan, dan pengelolaan harta perempuan. Hal ini berarti bahwa perempuan memiliki hak yang legal atas hartanya sendiri. Dalam surah An-Nisa ayat 32, dijabarkan bahwa pengakuan harta ini seharusnya tidak memunculkan keirian antara laki-laki dan perempuan karena perempuan juga bisa berkiprah di masyarakat (merujuk lagi pada arti An Nisa) dan mempunyai penghasilan pribadi. Sumber harta perempuan bisa berasal dari:

  • Dari orangtua (warisan)
  • Dari suami
  • Dari usaha sendiri

    Salah satu panutan yang bisa dicontoh adalah Khadijah. Beliau memiliki pendapatan sendiri, namun beliau menyadari bahwa kontribusi istri sangat besar dalam perjuangan suami. Oleh karena itu, harta pribadinya juga dicurahkan untuk mendukung dakwah Nabi Muhammad saw.
     Perempuan harus siap hidup dalam aturan yang digariskan Allah SWT. dalam hidupnya. Salah satunya adalah terkait mahrom. Sebagai perempuan, kita harus membedakan interaksi antara laki-laki yang mahrom kita dan yang bukan mahrom kita. Dalam surah An Nisa ayat 23, dikatakan bahwa yang termasuk mahrom bagi perempuan adalah suami, ayah, ayah suami, putra mereka, putra dari suami mereka, saudara laki-lakinya, dan putra saudara perempuan mereka.
   Terkait interaksi, maka aurat juga menjadi pembahasan yang penting. Bagi sesama perempuan, batasan auratnya mulai dari pusar hingga lutut. Jika dengan lawan jenis, aurat perempuan adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. 
    Terkait peraturan dalam berinteraksi dengan lawan jenis, dijelaskan dalam QS 17 ayat 32 bahwa perempuan dan laki-laki:

  • Boleh bertemu tapi tidak bercampur
  • Tidak berkhalwat

     Dalam QS 24 ayat 31, dinyatakan bahwa perempuan dan laki-laki:

  • Menahan pandangannya. Bukan dalam artian tidak berpandangan sama sekali (saling memalingkan/menundukkan wajah), tapi dalam artian “menahan pandangan”. Diperbolehkan untuk tetap berhadapan, tapi tak perlu berpapasan mata dengan mata. 
  • Mengatur suara dan bahasannya. Suara tidak tergolong sebagai aurat, tapi ujian. Artinya adalah kita harus mengatur nada dan bahasa dalam berbicara. Sebisa mungkin, perempuan berbicara dengan tegas, jelas, dan tidak multitafsir. 
  • Berorientasi pada manfaat, bukan pada nikmat. Ketika perempuan harus berinteraksi dengan laki-laki, interaksi dilakukan tanpa memikirkan orientasi lain seperti fisik lawan bicara.
  • Hindari budaya teman tapi mesra.


SESI TANYA JAWAB

1) Apakah yang tergolong khalwat itu berdua-duaan di tempat sepi saja atau berdua-duaan di tempat umum/ramai juga disebut khalwat?
    Ketika laki-laki dan perempuan bertemu (berduaan) dan merasakan kenikmatan, itulah yang disebut khalwat. Entah itu di tempat sepi atau tempat yang ramai. 

2) Bagaimana ketika seorang perempuan tampil di luar rumah secara publik (misal jadi pembawa berita, dsb) untuk bekerja dan menampilkan suara serta penampilannya? Apakah itu menyalahi kodratnya?
    Hal pertama yang harus dilakukan adalah izin terlebih dahulu kepada wali/suaminya tentang penampilan hingga cara bicaranya. Apabila suami/wali tidak setuju, maka hukumnya menjadi haram. Apabila diizinkan, maka hukumnya diperbolehkan. Hal kedua yang harus dipastikan adalah memastikan bahwa penampilan hingga cara bicaranya sudah sesuai dengan hukum agama Islam. Penting bagi perempuan untuk banyak belajar dan mencari informasi agar bisa lebih mengetahui batasan apa saja yang boleh dan tidak boleh ia lakukan.

3) Apa yang harus kita lakukan ketika perempuan sudah menjaga dirinya, namun laki-laki di sekitarnya tetap menggodanya?
    Pertama, perlu cari tahu lingkungan seperti apa yang suka menggoda perempuan tersebut. Terkadang, bisa jadi ada faktor di luar konteks “melecehkan” yang menyebabkan laki-laki melakukan hal tersebut. Laki-laki akan menghormati kita ketika kita menunjukkan posisi sebagai wanita terhormat. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ingat Kembali Betapa Akhirnya Kau Melakukan Sesuatu di Luar Batas

First Times

Tanggung Jawab atas Pilihan Kita